DITA TRIEANA KU PUNYA CITA-CITA BELAJAR SATU KEPASTIAN YANG HARUS TERUS KULAKUKAN

AKU DAN KELUARGAKU

Selasa, 17 November 2009

TERUSAN PANAMA, DI BENUA AMERIKA

Terusan Panama (Panama Canal) adalah sebuah kanal besar yang terletak di negara Panama, Amerika Tengah. Kanal Panama atau yang lebih dikenal dengan nama Terusan Panama lebih jelasnya adalah sebuah terusan yang membelah tanah genting Panama sepanjang 82 km, sekaligus juga membelah daratan Amerika Utara dan Amerika Selatan dan dengan demikian berhasil menghubungkan Samudra Pasifik dan Atlantik. Terusan ini memotong waktu tempuh kapal laut karena tidak perlu memutar lewat ujung selatan Amerika Selatan. Sebagai contoh, jika sebuah kapal laut berlayar dari New York (Pantai Timur AS) menuju ke San Francisco (Pantai Barat AS) dan tidak melalui terusan ini maka jarak perjalanannya menjadi 22.500 km (14.000 mil), sedangkan jika memanfaatkan terusan maka jaraknya hanya menjadi 9.500 km (6.000 mil) saja!

Rencana pembangunan terusan ini sudah mulai muncul di abad ke 16 namun baru berhasil direalisasikan pada 15 Agustus 1914. Walaupun pembangunannya dilanda berbagai masalah seperti penyakit malaria, demam kuning, bencana tanah longsor, dan kekurangan air, terusan ini akhirnya berhasil didirikan dan telah membantu ratusan ribu kapal menyeberang sejak pembukaannya atau rata-rata 12.000 kapal per tahun.
Sejarah Pembangunan
Gagasan pembangunan Terusan Panama dicetuskan pertama kali pada tahun 1524 oleh raja Spanyol saat itu, Charles V. Raja berpendapat jika tanah genting di Panama dibelah maka akan meringankan perjalanan kapal-kapal kerajaan yang berlayar dari Ekuador ke Peru ataupun sebaliknya. Tahun-tahun berikutnya, sejumlah kerajaan lain di Eropa juga mengemukakan gagasan yang sama namun masih terbentur kendala teknologi dan sumber daya.

Pembangunan fisik terusan akhirnya baru berhasil dimulai pada tanggal 1 Januari 1880. Saat itu Pemerintah Perancis yang terinspirasi dari kesuksesan insinyurnya, Ferdinand de Lesseps, yang berhasil mendirikan Terusan Suez di benua Afrika, memutuskan memulai proyek mahasulit ini. Pembangunan terusan dipercayakan langsung pada de Lesseps. Sayangnya, karena terkesan buru-buru dan tidak melakukan studi geologi dan hidrologi yang memadai, proyek ini mulai banyak memakan korban jiwa dan dana. Wabah malaria dan demam kuning merebak dan sejumlah besar pekerja terjangkit dan bahkan meninggal dunia (tercatat sekitar 22.000 orang) sehingga proyek mulai terbengkalai. Peralatan yang terbuat dari besi dan baja mulai berkarat, sebagian pekerja angkat tangan dan kembali ke negaranya.

Melihat kondisi ini, pemerintah Perancis pada tahun 1893 memutuskan menghentikan sementara proyek ini. Selanjutnya pada tahun 1898, Perancis melobi Amerika Serikat (AS) untuk meneruskan proyeknya. Tahun 1902, Senat AS menyetujui pengambilalihan proyek ini. Tahun 1904, presiden AS masa itu, Theodore Roosevelt, memutuskan membeli sisa-sisa peralatan proyek dari Perancis dan meneruskan pembangunan terusan. Namun, hal ini dilakukan AS setelah berhasil memerdekakan Panama dari Kolombia. Sebagai kompensasinya, Pemerintah Panama memberikan hak pengelolaan terusan kepada AS.

Pembangunan Terusan Panama pun dilanjutkan kembali! Kali ini melalui persiapan matang dan penyediaan infrastruktur yang memadai. Presiden Theodore Roosevelt menunjuk George Washington Goethals sebagai pimpinan proyek. Peralatan lama sedikit demi sedikit mulai diganti dengan peralatan baru yang lebih canggih. Tahun 1914, proyek Terusan Panama berhasil diselesaikan. Dua tahun lebih cepat dari target yang ditetapkan yaitu pada 1 Juni 1916. Terusan Panama akhirnya dibuka secara resmi pada 15 Agustus 1914 yang bertepatan dengan mulai berkecamuknya Perang Dunia I di Eropa dan kapal laut pertama yang melintas adalah sebuah kapal kargo yang bernama, Ancon.

Pada 1930an, Terusan Panama disempurnakan dengan diciptakannya danau-danau buatan sebagai penampung air yang dibuka jika ada kapal yang akan lewat. Selain itu juga dibuat beberapa pintu air. Setelah Perang Dunia II, rakyat Panama mulai menuntut hak pengelolaan dan selain itu memprotes kehadiran militer AS yang semakin hari semakin bertambah banyak. Akhirnya pada 7 September 1977, Presiden AS, Jimmy Carter dan Presiden Panama, Omar Torrijos menandatangani sebuah kesepakatan yang mengizinkan Panama mengelola sendiri terusan itu namun tetap menjamin netralitas kawasan (Neutrality Treaty) dan AS diizinkan untuk kembali kapan saja. Akan tetapi, kesepakatan ini dikecam oleh sebagian besar rakyat AS. Selanjutnya, pada 31 Desember 1999, pengelolaan terusan diserahkan sepenuhnya ke Panama melalui Otoritas Terusan Panama/Panama Canal Authority (ACP).

Sebelum penyerahan ini, pemerintah Panama telah mengadakan tender internasional untuk 25 tahun kontrak pengoperasian pelabuhan kontainer yang dimenangkan oleh perusahaan Hutchison Whampoa, sebuah perusahaan asal Hong Kong yang dimiliki oleh taipan Li Ka Shing yang juga nantinya menanamkan sahamnya di Facebook.

[Image]

Cara Pengoperasian
Berbeda dengan Terusan Suez, Terusan Panama mengandalkan sejumlah pintu air dan beberapa danau buatan. Dari Teluk Limon di Samudera Atlantik, kapal memasuki pintu air Gatun Locks yang mengangkat kapal setinggi 26 meter dari permukaan laut. Sejumlah lokomotif listrik kecil menuntun atau mendorong kapal melintasi pintu-pintu air tersebut. Kapal kecil mematikan mesin dan didorong, sedang kapal besar dituntun tapi tetap bergerak dengan kekuatan sendiri. Pintu air raksasa dari baja di belakang kapal ditutup dan pintu air di depannya dibuka untuk mengalirkan air pelan-pelan dari Danau Gatun. Ada tiga pintu air yang harus dilewati, yang akhirnya menaikkan kapal sampai sejajar dengan permukaan danau.

Kapal kemudian melepaskan diri dari lokomotif listrik dan berlayar melintasi danau buatan itu sejauh 22 mil atau 35 kilometer. Danau buatan ini semula adalah lembah Sungai Chagres yang dibendung dengan membangun dam raksasa Gatun. Sesampai di ujung tenggara Danau Gatun kapal memasuki Lintasan Gaillard (gill-yard) yang panjangnya 13 kilometer, lebar 150 meter dan kedalaman minimum 13 meter. Di ujung lintasan Gaillard kapal kembali memasuki pintu air yang juga dilengkapi lokomotif-lokomotif pendorong. Pintu air pertama Pedro Miguel Locks menurunkan kapal 9 meter ke permukaan danau Miraflores. Dari sini kapal kemudian berlayar melintasi danau Miraflores sejauh 2 setengah kilometer ke pintu air Miraflores atau Miraflores Locks. Disini dua pintu air menurunkan kapal sampai sejajar dengan permukaan Samudera Pasifik. Dan dari sini kapal berlayar memasuki Teluk Panama dan kemudian keluar ke Samudera Pasifik.

Diukur dari Teluk Limon di Samudera Atlantik ke Teluk Panama di Samudera Pasifik terusan ini memiliki panjang sekitar 82 kilometer dengan lama pelayaran sekitar 8 jam. Rata-rata ada 12.000 kapal melintasi terusan ini setiap tahun, atau sekitar 33 kapal sehari. Tetapi karena sempit, terusan ini tidak dapat dilewati kapal induk dan kapal tangki raksasa. Oleh karenanya kapal-kapal yang bisa melintas di terusan Panama disebut kapal-kapal Panamaz.

Ongkos/tarif melewati terusan
Otoritas terusan menetapkan tarif untuk melintas Terusan Panama berdasarkan jenis kapal, ukuran, dan kargo apa yang dimuat dalam kapal. Tahun 2007, Otoritas telah menetapkan tarif terbarunya dan kapal Disney Cruise Line asal AS pada tahun 2008 mencatat rekor sebagai pembayar tarif termahal yaitu sejumlah USD 331.200.

Tantangan ke Depan
Terusan Panama menghadapi sejumlah persaingan sengit dari misalnya jawatan kereta api inter-samudra yang melintasi Amerika Serikat dan Meksiko, serta rencana negara tetangga Nikaragua untuk juga membangun terusan. Melihat tantangan ini Pemerintah Panama pada tahun 2006 lalu menggelar referendum untuk memperluas terusan. Untungnya referendum ini disetujui oleh sekitar 80% rakyat Panama. Secara kongkrit, perluasan terusan Panama akan dibarengi dengan pembangunan dua pintu air ekstra lebar, yaitu pada awal dan akhir terusan. Terusan Panama juga akan diperluas dan diperdalam di beberapa tempat. Proyek ini akan makan waktu paling sedikit delapan tahun dan biayanya mencapai lebih dari USD 5 milyar. Panama sendiri akan menyalurkan sekitar separuh ongkosnya yang bisa jadi diambil dari kantong Otoritas Terusan Panama yang tahun 2007 tercatat meraup pendapatan sekitar USD 1,76 miliar. Sisanya diambil dari pinjaman-pinjaman internasional.

Lalu bagaimana dengan negara kita yang merupakan negara maritim, apa sudah pernah ada rencana untuk membangun terusan? Ternyata negara kita juga tidak mau kalah, ckckck...Day dreaming Konsep pengoperasian Terusan Panama sejak tahun 2006 telah diterapkan di Sungai Cisadane.

Sumber : http://www.asal-usul.com/2009/05/terusan-panama-pembelah-benua.html
Diposkan oleh sejarah dunia di 05:21
Label: Sejarah


Selasa, 13 Oktober 2009

Brain Drain – Jangan Terkecoh ! Oleh Kusmayanto Kadiman - 2 Augustus 2009 - Dibaca 2225 Kali -

Brain Drain – Jangan Terkecoh !
Oleh Kusmayanto Kadiman - 2 Augustus 2009 - Dibaca 2225 Kali -

Masih ingat film komedi berjudul The God Must Be Crazy dengan bintang kocak Xixo di tahun 1980? Xixo digambarkan sebagai kepala suku yang tinggal disebuah kawasan antah berantah yang jauh dari jamahan teknologi. Dalam bahasa gaul Xixo cs ini kita bilang gaptek. Alkisah, sebuah botol CocaCola jatuh dari dari langit dan mendarat diperkampungan Xixo dkk. Botol ini digambarkan sebagai artefak teknologi yang bikin heboh kehidupan Xixo dan warganya.


Jika botol CocaCola itu kita misalkan internet maka kebanyakan dari kita juga bernasib seperti Xixo dan saudara-saudaranya. Sebagian langsung asyik bermain dan belajar serta menerima internet bak rejeki jatuh dari langit. Sebagian lagi sibuk membangun berbagai bentuk penghalang (firewall) karena ketakutan akan dampak negatif yang ikut bersama internet. Ada sekelompok insan yang dengan cerdas dan bijak melakukan pendampingan agar hanya manfaat saja yang diperoleh dari internet. Tapi ada pula yang membabi buta menempelken semua emblim negatif pada internet bahkan ada pula yang mengambil langkah ekstrim membabi-buta dengan ide fatwa haram. Lupa bahwa teknologi senantiasa bersifat dialektik bagaikan pisau bermata dua.


Kini internet sudah menjadi kata baku yang termuat dalam semua kamus. Kamus-kamus bahasa Inggris – MacQuarry, Oxford dan Webster memberi penjelasan rinci tentang internet. Begitu pula dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Idem ditto Wikipedia. Internet adalah sebuah kata yang dibentuk dari penggalan beberapa kata yaitu interconnected computer networks. Kata network (atau jejaring) senantiasa berasosiasi dengan telekomunikasi. Jadi, internet itu memiliki dua komponen utama yaitu telekomunikasi dan komputer.

Internet adalah hasil nyata dari brain drain

Sekiranya dua intelektual yaitu Graham Bell dan John von Neuman tidak hijrah ke USA maka mustahil internet akan hadir dan menjadi bagian dari keseharian kita. USA yang kondusif bagi inovasi teknologi telah menjadi magnit kuat yang menarik kaum intelektual dari seluruh pelosok dunia untuk hijrah dan berkarier serta berkarya menghasilkan mahakarya teknologi. Hijrah oleh kaum intelektual ini yang kemudian dikategorikan sebagai fenomena brain drain.

Graham Bell, dilahirkan di Glasgow, Scotland adalah intelektual berbakat dan inovatif yang hijrah ke USA. Pada usia 29 tahun tepatnya pada tahun 1876, Graham Bell menciptakan tilpun yang menjadi cikal bakal dari teknologi telekomunikasi. Sedangkan John von Nueman yang lahir tahun 1903 di Budapest, Hongaria adalah anak muda ahli matematika penemu teknik pengelolaan data yang kemudian terkenal dengan istilah The Von Neuman Architecture. Ini yang menjadi basis dari teknologi komputasi dalam setiap komputer yang kita kenal dan gunakan sampai hari ini. Seperti Graham Bell, John von Neuman juga masuk dalam klasifikasi fenomena brain drain, khususnya ke USA.

Internet yang tumbuh-kembangnya dipicu oleh dua brain-drainers Bell dan Von Neuman ini memang awalnya hanya dinikmati oleh segelintir penduduk dunia yaitu The Yankees namun kini internet sudah diakui sebagai milik dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari penduduk dunia. Akankah kita latah ikut menuding bahwa brain drain itu negatif dan bertentangan dengan semangat nasionalis? Tentu tidak !

Globalisasi dan Brain Drain — Dua Sisi Mata Uang

Globalisasi yang datang bagaikan tsunami itu kini telah melanda seantero dunia. Bahkan tidak ada satupun bagian dari dunia ini yang tidak terkena dampaknya. Dengan globalisasi ini dunia telah dipandang sebagai dataran yang rata. Itu kata Thomas Friedman dalam buku laris manis – The World is Flat. Tanpa globalisasi, Nelson Mandela tidak akan pernah berpakaian batik nyaris setiap hari. Niscaya tidak akan kita temukan Waroeng si Doel di Mekkah. Tidak juga akan kita dengar lantunan lagu syahdu Bengawan Solo di sentra-sentra karaoke, Jepang. Tidak akan pula kita nikmati Nasi Goreng di kafe-kafe di Amsterdam. Saya bahkan dalam mimpi melihat tulisan atau logogram Kuku Bima menempel pada jet-darat saat dibesut diajang F-1 (F = Formula).

Salah satu gejala yang ikut bersama gelombang tsunami ini adalah perpindahan orang dari satu tempat ketempat lain, dalam satu negeri, dalam satu benua bahkan se-dunia. Perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain di Nusantara ini yang kemudian memicu digubahnya lagu Takana Jo Kampuang oleh seniman Minang. Begitu pula dengan populernya lagi Sio Mama – Beta Ingak Pulang yang merupakan aransemen seniman Ambon. Belum lagi betapa banyaknya pemain sepak bola handal berasal dari Tanah Papua yang menjadi andalan klub-klub sepakbola. Tengok pula menjamurnya advokat dari tanah Batak.

Masih mengambil contoh di tanah air, lihat bagaimana pabrik tekstil dan garmen serta menjamurnya restoran yang menyajikan masakan serta hiburan a la Korea dan Jepang. Serupa halnya dengan pabrik besi dan baja serta toko-toko kain yang diawaki imigran dan pengusaha dari India. Paling menonjol adalah contoh mengalirnya arus perpindahan dari Tiongkok. Nyaris semua sektor ekonomi baik dari pengelolaan sumber daya alam, industri, penyediaan jasa sampai jalur distribusi dan retail didominasi oleh brain drainers dari China. Jika kita lakukan kuantifikasi atas peran dan kontribusi dari kaum intelektual yang berpindah ini bagi negara asalnya pasti decak kagum yang akan kita dengarkan. Walaupun sejarah menunjukkan banyak pula kejadian yang dipicu oleh kecemburuan sosial, khususnya bagi kaum pribumi yang merasa porsi kuenya diambil pendatang. Globalisasi pula yang menyebabkan maraknya butik dan gerai yang menjajakan produk dan jasa layanan muti-nasional. Ini sepertinya sejalan dengan pidato terkenal Presiden Soekarno saat mencetuskan Pancasila yaitu Indonesia hendaknya menjadi tamansarinya internasional. Sebuah pernyataan yang visioner mengingat kata globalisasi belum lagi pernah didengar saat pidato terkenal itu dikumandangkan.

Kita tudingkah semua ini sebagai sebuah fenomena yang merugikan?

Sekali lagi, tentu tidak !

Fenomena brain drain adalah konsekuensi alamiah dari globalisasi. Tidak kuasa kita menghadang tsunami globalisasi. Kemudian, adakah peluang kita mengambil keuntungan dari fenomena ini?

Brain Circulation – Not Brain Drain !

Kemajuan teknologi yang diikuti oleh pertumbuhan pesat ekonomi Jepang, Korea Selatan, China dan India pasti disebabkan oleh banyaknya intelektual iptek dan ekonomi mereka yang berkarier dan berkarya dinegara-negara maju seperti USA, UK, Jerman dan Perancis. Perpindahan kaum intelektual dan pebisnis ini bukan merupakan brain drain yang dituding merugikan mengingat mereka hengkang dari negara asalnya. Sebaliknya, mereka yang hijrah itu diperlakukan layaknya duta-besar dibidang masing-masing. Penganugerahan status duta besar ini yang sukses membakar semangat untuk mereka royal dalam berbagi informasi, pengetahuan, best practices, peluang investasi sampai pada donasi uang. Terkadang terbersit rasa cemburu kala mendengar pebisnis sukses WNI Keturunan China menjadi filantropi bagi berbagai kegiatan sosail dan pendidikan bagi negara asalnya termasuk Singapura dan Taiwan. Kadangkala ada juga rasa geram saat membaca berita betapa besarnya investasi yang mereka tanamkan di tanah leluhurnya. Ini semua menunjukkan bahwa fenomena yang semula dituding brain drain telah bergeser menjadi brain circulation dan telah terbukti betapa besar manfaat bisa diperoleh dari fenomena ini.

Mari sama-sama kita mengubah pola pikir kita yang sempat terperangkap dan latah menuding hengkangnya kaum intelektual di bidang iptek dan ekonomi kita dari Indonesia ke manca-negara. Segelintir masyarakat kita bahkan tidak segan menilai mereka yang melalangbuana itu sebagai tidak nasionalis. Bahkan, ada gerak pintas untuk memaksa mereka pulang ketanah air. Ini picik !

Sebagai penutup, mari kita jadikan mereka sebagai de facto duta-besar RI dan mari yakini bahwa dengan anugerah status sosial yang bergengsi ini maka akan banyak aliran informasi, pengetahuan sampai devisa mengalir ke dalam negeri. Jadikan mereka sebagai aset dan modal sosial kita yang kita tanamkan di mancanegara.

Keberadaan de facto duta besar kita ini yang akan turut berperan dalam upaya mewujudkan impian kita menjadikan Indonesia sebagai The Emerging Economic Power From The East mendampingi China dan India. Ini bukan impian kosong disiang bolong. Indonesia Bisa !

Cari Blog Ini